Dengan berbekal lima helai pakaian, Dedi Mulyadi remaja meninggalkan tanah kelahirannya, Subang, Jawa Barat.
Saat itu, ia baru lulus dari SMAN Purwadadi. Keinginannya untuk meninggalkan Subang sangat kuat. Padahal ia tidak memiliki cukup uang untuk berkelana mencari penghidupan yang lebih baik.
Modalnya saat itu hanya tekad bulat, restu orangtua, dan ucapan bismillah.
Daerah yang ditujunya adalah kabupaten tetangga, yakni Purwakarta. Sesampainya di Purwakarta ia pun sempat membantu-bantu di beberapa tempat hingga akhirnya ia menjadi tukang ojek dan menyewa kontrakan sempit.
“Tidur gak pake kasur. Beralaskan seadanya saja. Baju yang dibawa juga baju butut (jelek) karena waktu itu beli baju hanya satu tahun sekali, saat lebaran,” ujar anak dari Sahlin Ahmad Suryana dan Karsiti ini kepada Kompas.com, belum lama ini.
Selama satu tahun Dedi menjadi tukang ojek. Hingga akhirnya ia bisa kuliah di Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman Purwakarta.
Demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya kuliah, lelaki kelahiran Sukasari Subang 11 April 1971 ini menjadi tukang beras atau bekerja serabutan apapun.
Meski hidup dalam kekurangan secara ekonomi ia tidak putus asa. Ia malah semakin semangat dalam menjalani hidup.
“Pas kuliah saya gabung dan sangat aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Purwakarta. Saya juga kerap tidur di sekret (Sekretariat HMI). Masih sama, tanpa kasur dan tidur tergelatak begitu saja,” ucap dia.
Keaktifannya di HMI dan jiwa kepemimpinan yang sudah menempel di dirinya sejak kecil itulah yang membawa Dedi ke kursi DPRD Kabupaten Purwakarta.
Lalu, dia terpilih menjadi Wakil Bupati tahun 2003-2008. Dan dalam usia muda, 37 tahun, ia memimpin Purwakarta sebagai Bupati dua periode hingga 2018 mendatang.
Kerasnya hidup tak hanya dialami Dedi sejak lulus SMA. Sebab sejak kecil, anak bungsu dari sembilan bersaudara ini terbiasa bekerja keras.
Selain karena untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, Dedi pun mengaku senang menjalaninya.
“Saya bantu orangtua menjadi buruh tani. Kalau mau sekolah, sepanjang jalan saya mengumpulkan kayu lalu dijual. Baru punya uang untuk jajan,” tutur dia.
Meski hidup dalam kekurangan secara ekonomi ia tidak putus asa. Ia malah semakin semangat dalam menjalani hidup.
“Pas kuliah saya gabung dan sangat aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Purwakarta. Saya juga kerap tidur di sekret (Sekretariat HMI). Masih sama, tanpa kasur dan tidur tergelatak begitu saja,” ucap dia.
Keaktifannya di HMI dan jiwa kepemimpinan yang sudah menempel di dirinya sejak kecil itulah yang membawa Dedi ke kursi DPRD Kabupaten Purwakarta.
Lalu, dia terpilih menjadi Wakil Bupati tahun 2003-2008. Dan dalam usia muda, 37 tahun, ia memimpin Purwakarta sebagai Bupati dua periode hingga 2018 mendatang.
Kerasnya hidup tak hanya dialami Dedi sejak lulus SMA. Sebab sejak kecil, anak bungsu dari sembilan bersaudara ini terbiasa bekerja keras.
Selain karena untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, Dedi pun mengaku senang menjalaninya.
“Saya bantu orangtua menjadi buruh tani. Kalau mau sekolah, sepanjang jalan saya mengumpulkan kayu lalu dijual. Baru punya uang untuk jajan,” tutur dia.